Wednesday, August 27, 2014

Air Terjun Madakaripura - Probolinggo


Air Terjun Madakaripura adalah salah satu air terjun di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 200 m dan berbentuk ceruk yang dikelilingi tebing-tebing yang menjulang tinggi yang meneteskan air membentuk tirai pada seluruh bidang tebingnya seperti layaknya sedang hujan, 3 di antaranya bahkan mengucur deras membentuk air terjun lagi. Ada sekitar lima terjunan air di lokasi ini dengan air terjun utama berada di ujung sebuah ruangan berbentuk lingkaran berdiameter sekitar 25 m.

Di balik air terjun utama terdapat sebuah goa dimana untuk mencapainya sangat sulit karena harus melewati kolam air seluas 25 m2 yang ada tepat di bawah air terjun tersebut.  Kedalaman kolam ini sekitar 7 m dan memiliki arus air yang sangat deras.

Menurut penduduk setempat nama Madakaripura berarti ‘tempat terakhir’ yang diambil dari cerita pada jaman dahulu, konon Patih Gajah Mada menghabiskan akhir hayatnya dengan bersemedi di lokasi air terjun ini (di sebuah goa di air terjun utama tersebut).  Cerita ini didukung dengan adanya arca Gajah Mada di tempat parkir area tersebut.

Lokasi

Terletak di Desa Sapeh, Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo, Propinsi Jawa Timur.

Peta dan Koordinat GPS: 7° 51' 18.00" S  113° 0' 25.71" E

Aksesbilitas

Berjarak sekitar 5 km dari lintas jalan raya menuju Bromo atau sekitar 45 menit waktu tempuh dari lokasi wisata Gunung Bromo ke arah Probolinggo (ke Utara).  Jika dari pusat kota kabupaten Probolinggo sekitar 30 km. Lokasi air terjun ini bisa dicapai dengan kendaraan pribadi atau mobil sewaan (dari Probolinggo menyewa Panther Rp 150.000,- pp + supir, 12/2003) dengan kondisi jalan berkelok kelok dan sudah beraspal muluis akan tetapi sedikit sempit.

Jika perjalanan datang dari arah Probolinggo maka sesampai di Desa Sukapura akan ditemui pertigaan yang ditandai dengan plang besar.  Jika ke ke kiri ke arah Gunuing Bromo dan yang ke kanan ke arah lokasi Air Terjun Madakaripura.  Jarak dari pertigaan ini masih sekitar 4 km hingga tiba di pintu masuk lokasi air terjun. Sebelumnya masih ditemui pertigaan lagi sebelum tiba di pintu masuk dan ambil belokan ke kanan.

Sesampainya di pintu gerbang dan masuk ke area parkir perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki kurang lebih 1 km melewati jalan setapak yang sebagian sudah cor sebagian tidak karena hilang terbawa longsor, dan menyeberangi sungai.  Untuk menuju kesana sebaiknya menggunakan jasa pemandu, hal ini dikarenakan jalan menuju kesana cukup berat medannya.  Di tambah lagi di lokasi ini sering terjadi banjir dan longsor.  Para pemandu ini, umumnya penduduk lokal, banyak ditemui di area sekitar parkiran dan mereka biasanya langsung menawarkan diri,  Ongkos pemandu sekitar Rp 50000 sekali jalan.

Mendekati lokasi air terjun akan ditemui beberapa warung penjual makanan dan minuman serta penyewaan payung.  Bagi yang tidak ingin berbasah basahan akibat terkena siraman guyuran air terjun dapat menyewa payung ini.

Tiket dan Parkir

Tiket masuk Rp 3000 per orang.

Fasilitas dan Aomodasi

Tersedia cukup banyak warung yang menjajakan makanan dan minuman di dekat area wisata ini.  Fasilitas lain juga tersedia seperti kamar mandi yang cukup bersih, mesjid dan tempat parkir.

Monday, August 25, 2014

Blangkon Gaya Solo dan Yogyakarta

pria jawa 
Blangkon adalah tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon.
Blangkon sebenarnya bentuk praktis dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik dan digunakan oleh kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Untuk beberapa tipe blangkon ada yang menggunakan tonjolan pada bagian belakang blangkon yang disebut mondholan. Mondholan ini menandakan model rambut pria masa itu yang sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala, sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Sekarang lilitan rambut panjang yang menjadi mondholan sudah dimodifikasi karena orang sekarang kebanyakan berambut pendek dengan membuat mondholan yang dijahit langsung pada bagian belakang blangkon. Blangkon Surakarta mondholannya trepes atau gepeng sedang mondholan gaya Yogyakarta berbentuk bulat seperti onde-onde.
Blangkon Gaya Solo
blangkon merupakan salah satu pencerminan identitas budaya. Orang yang memakai blangkon merasa njawani, menjadi bagian dari masyarakat Jawa. 
Di Solo, ada dua jenis blangkon, yaitu blangkon untuk abdi dalem dan blangkon untuk masyarakat umum. Blangkon untuk abdi dalem diberi nama Cekok Mondol. Ciri khas blangkon ini terletak pada mondolan atau bulatan di belakang dan di atasnya terdapat bentuk dasi kupu-kupu. Sementara blangkon untuk masyarakat umum disebut Solo Kasatriyan, dengan ciri bulatan kecil pada bagian belakang. Seiring waktu, blangkon Solo memiliki varian dan tampilan yang unik dengan beberapa kreasi baru. Di antaranya blangkon untuk penggemar motor besar, yang menggabungkan unsur tradisional dan semangat petualangan. Terobosan ini dilakukan perajin untuk merespons kepentingan pasar yang lebih luas agar dapat diterima oleh setiap lapisan masyarakat dari segala usia.
Blangkon sejatinya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk segi empat dengan ukuran 105 x 105 cm, namun yang digunakan hanya separuhnya. Untuk mengukur ukuran blangkon, diambil dari jarak antara garis lintang dari telinga kanan dan kiri melalui dahi dan melalui atas kepala. Pada umumnya, ukuran blangkon paling kecil bernomor 46, sementara yang paling besar 59. Proses pembuatan blangkon melalui tiga tahap dasar, yaitu pengguntingan, pengeleman, dan pengeringan. Membuat satu blangkon kira-kira butuh waktu sekitar satu jam. Yang lama adalah proses pengeringannya karena membutuhkan tenaga matahari. Proses pembuatan batik dimulai dari kain hitam penutup kepala yang dimasukkan ke cetakan blangkon yang terbuat dari kayu. Kain tersebut kemudian diolesi lem dan ditempeli kertas koran. Setelah itu ditempel kain batik dan dibentuk sesuai model blangkon. Proses ini dinamakan klobot. Klobot kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah proses pengeringan selesai, calon blangkon dijahit manual menggunakan tangan. Harga blangkon bervariasi antara Rp 10-Rp 300 ribu, tergantung dari bahan yang digunakan serta tingkat kesulitan pengerjaan.





Blangkon Gaya Yogyakarta

Bentuk blangkon dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat dua buah, yaitu : blangkon dengan bentuk Mataraman dan blangkon dengan bentuk Kagok.Kedua blangkon tersebut terbentuk dari bagian-bagian yang hampir sama, yaitu wiron/wiru, mondolan, cetetan, kemadha, dan tanjunga.
Motif-motif yang digunakan dalam pembuatan blangkon antara lain : motif modang, blumbangan, kumitir, celengkewengen, jumputan, sido asih, sido wirasat, taruntum. Motif-motif di atas adalah motif yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon dengan gaya Yogyakarta . Selain motif utama di atas masih ada motif-motif lain yang sering digunakan dalam pembuatan blangkon. Pemakaian motif diluar motif yang dibuat khusus untuk motif iket merupakan perkembangan dalam pemakaian motif batik.
Makna simbolis bentuk blangkon gaya Yogyakarta antara lain :
Wiron/wiru, berjumlah 17 lipatan yang melambangkan jumlah rakaat sholat dalam satu hari.
Mondolan mempunyai makna kebulatan tekad seorang pria dalam melaksanakan tugasnya walaupun tugas yang diberikan sangat berat.
Cetetan, mempunyai makna permohonan pertolongan kepada Allah SWT.
Kemadha, bermakna menyamakan atau menganggap sama seperti putra sendiri.
Tanjungan mempunyai makna kebagusan, artinya supaya terlihat lebih tampan sehingga disanjung-sanjung dan dipuja.
Sedangakan makna simbolis motif yang diterapkan pada pembuatan blangkon antara lain :
Motif Modang, mengandung makna kesaktian untuk meredam angkara murka, yaitu sebelum mengalahkan musuh dari luar harus mengalahkan musuh yang datangnya dari dalam sendiri.
Motif Celengkewengen, menggambaran keberanian juga berarti sifat kejujuran, polos dan apa adanya
Motif Kumitir, merupakan pengambaran orang yang tidak mau berdiam diri dan selalu berusaha keras dalam kehidupannya.
Motif Blumbangan, berasal dari kata blumbang yang berarti kolam atau tempat yang penuh dengan air. Air sendiri merupakan salah satu dari sumber kehidupan.
Motif Jumputan, berasal dari kata jumput yang berarti mengambil sebagian atau mengambil beberapa unsur yang baik.
Motif Taruntum, motif ini berbentuk tebaran bunga-bunga kecil yang melambangkan bintang dimalam hari.maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti gelap terang, bungah susah, kaya miskin dan sebagainya.
Motif Wirasat, artinya berupa pengharapan supaya dikabulkan semua permohonannya dan bisa mencapai kedudukan yang tinggi serta bisa mandiri terpenuhi secara materi. h. Motif Sido Asih, motif ini mempunyai harapan agar mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi. (soen)
Tambahan adanya mondolan di blangkon ngayogyakarta dibakukan oleh Hamengkubuwono VII, untuk menyiasati rambut pria Jogja yang sebelumnya panjang mulai dipengaruhi budaya barat dengan memotongnya pendek seperti kita sekarang. Jadi rambut yang sebelumnya dimasukkan pada bagian belakang udheng/blangkon yang membuat adanya tonjolan rambut pd belakang blangkon diganti dengan tonjolan mondolan. Adaptasi ini tidak terjadi pada blangkon gaya Solo sehingga pada blangkon Solo kempes di belakang.









sumber:
Adopsi Keris
wikipedia
surakarta.go.id

Sunday, August 24, 2014

Air Terjun Sikopel - Banjarnegara

Air Terjun Sikopel - Banjarnegara


Air Terjun Sikopel memiliki ketinggian sekitar 70 m dengan kedalaman kolam sekitar 10 m.  Keberadaan air terjun ini dekat dengan kawasan wisata dataran tinggi Dieng di sebelah selatan.

Ketika menuju air terjun, jika beruntung akan ditemui sekawanan kera yang berada di jalanan dan lahan pertanian milik warga, yang tengah mencari makan.  Selain itu dibalik aIr terjun ini terdapat goa yang konon didalamnya terdapat tikus putih yang jarang ditemukan di berbagai tempat.

Air terjun yang diapit dua buah tebing ini berasal dari air kawah Sileri dan dipercaya oleh masyarakat setempat dapat membuat awet muda bila dikenai ke muka atau ke badan (mandi atau berendam).

Legenda

Konon pada jaman dahulu, Bupati Kolopaking pernah bersemedi di gua yang berada persis di belakang air terjun. Saat bersemedi meminta petunjuk, beliau mendapatkan kopel kuda, atau tali pengatur kendali kuda.  Untuk itulah air terjun itu diberi nama Sikopel.
Lokasi

Terletak di Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah.

Peta dan Koordinat GPS:

Aksesbilitas

Berjarak sekitar 8 km sebelah barat dari Kantor Kecamatan Pagentan dengan menggunakan kendaraan pribadi sampai pintu gerbang.  Jika dari lokasi wisata Dieng hanya membutuhkan waktu kira-kira satu jam saja.  Kondisi jalan menuju kesana cukup berkelok-kelok melewati perbukitan.

Selanjutnya dari pintu masuk ini perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki sekitar 25 menit turun ke bawah.

Tiket dan Parkir

Tiket masuk adalah Rp 3000 per orang.

Fasilitas dan Akomodasi

Sayangnya belum di kembangkan baik dari segi sarana, prasarana maupun promosi.
Sumber:

http://www.banjarnegarakab.go.id
http://amaliasolicha.com
http://sikopel.blogspot.com